Konflik.
Kata ini seperti tak pernah lepas dari negeri Lebanon. Betapa tidak,
silih berganti perang mengoyak negeri ini mulai dari Perang Saudara
hingga Perang dengan Israel di tahun 2006.
Perlahan
tapi pasti, Lebanon kini menggeliat kembali sebagai negera tujuan
wisata. Beirut yang ditasbihkan sebagai Parisnya Timur Tengah bahkan
meraih predikat sebagai kota tujuan wisata wajib kunjung nomer satu oleh
New York Times di tahun 2009.
Negara
Lebanon masuk dalam kawasan Timur Tengah. Secara geografis, negara
seluas 10.452 kilometer persegi ini posisinya sangat strategis dibatasi
oleh Laut Mediterania. Itu sebabnya negeri ini memiliki iklim Mediteran
dengan 4 musim, hangat terasa saat musim panas, dan basah serta dingin
di musim dingin. Meski begitu, musim dingin tidaklah menusuk seperti di
negeri Eropa pada umumnya, karena salju hanya menghampiri kawasan
pegunungan tidak sampai ke kota.
Keunikan
alam Lebanon yang bisa dinikmati pengunjung adalah saat musim dingin
datang antara November hingga Februari. Bayangkan dalam sehari kita bisa
menikmati panasnya berjemur di pantai kemudian bermain salju dan ski di
daerah Faraya. Kawasan wisata Faraya memang terkenal di seluruh Jazirah
Arab dan Timur Tengah. Betapa tidak, wisatawan asing yang biasanya
hanya mengenal gurun, jauh-jauh datang untuk sekedar menyaksikan salju
atau bermain ski. Jangan khawatir bila tidak membawa peralatan bermain
ski, di sini banyak sekali tempat persewaan. Sewanya pun tidak sampai
500 ribu rupiah. Sebagai kenang-kenangan, boleh saja bila Anda membawa
salju di atas kap mobil seperti yang dilakukan penduduk setempat.
Populasi
Lebanon saat ini hanya berkisar 4,2 juta jiwa. Memang bukan catatan
resmi, karena tidak pernah ada sensus penduduk sejak tahun 1932. Hal ini
sangatlah sensitif terutama bagi urusan politik. Namun, Anda mungkin
akan terkejut bila mengetahui jumlah warga Lebanon yang berada di luar
negeri mencapai 11 hingga 13 juta jiwa. Mereka tersebar di beberapa
negara untuk mencari peruntungan di negeri orang. Sebagian memang keluar
dari Lebanon saat perang melanda negara ini.
Bangsa
Arab jelas merupakan mayoritas di sini. Namun, jangan berpikir bahwa
Arab identik dengan Islam, karena Arab yang kita temui bisa jadi seorang
kristen. Di negeri ini prosentase muslim dan nasrani berkisar antara
60% dan 40%. Untuk Islam masih dipecah lagi dalam beberapa aliran
seperti Sunni dan Syiah. Adapun umat Nasrani terbesar diwakili Kristen
Maronite.
Bila
kita tersesat di tengah jalan, sangat gampang untuk mengetahui di
kawasan mana kita berada. Hal ini disebabkan, lokasi pemukiman penduduk
ditentukan berdasarkan aliran kepercayaannya. Untuk meyakinkan, cobalah
simak cara berpakaian, poster, spanduk, bahkan nama toko. Sebutlah
contoh, bila kita mendapati poster bergambar Hasan Nasrallah pemimpin
Hizbullah, maka bisa dipastikan kita berada di kawasan pemukiman syiah.
Kawasan ini pula yang paling banyak mengalami kehancuran akibat perang
dengan Israel di tahun 2006. Perang selama 34 hari itu sebenarnya boleh
dikatakan bukan perang antara Lebanon dengan Israel, melainkan Hizbullah
dengan Israel. Itu sebabnya kawasan Sunni apalagi Kristen Maronite
tidak mengalami apapun, boleh dibilang seperti tidak berada dalam
perang. Namun, tidak ada salahnya menikmati wisata perang dengan
menyaksikan beberapa bangunan pemukiman di sana-sini yang masih jelas
terlihat bekas lubang peluru ataupun hantaman roket.
Hati-hati
bila ingin mengabadikan pemandangan ini, tindakan mendokumentasi dalam
bentuk film bahkan video bisa saja menyinggung perasaan penduduk
setempat. Biasanya mereka akan menuduh kita sebagai agen mata-mata.
Syukurlah bila mereka mengetahui kita dari Indonesia, mengingat hubungan
bilateral antar kedua negara terjalin sejak Lebanon mengakui
kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Aliran
kepercayaan di Lebanon memang sangatlah unik. Setidaknya terdapat 18
aliran agama yang terbagi dalam sekte-sekte. Sekedar catatan, di negeri
ini pula terdapat kamp pengungsi Palestina terbesar, tertua, dan
terbanyak di dunia. Salah satunya berada di Kamp Ein El Hinwe yang
berada di Sidon atau Saida dalam bahasa Arab. Para pengungsi yang berada
di kamp ini bahkan telah beranak pinak hingga generasi ketiga. Tidak
heran bila generasi ketiga sekarang kurang memiliki ikatan emosional
dengan negeri moyang mereka, Palestina. Itu sebabnya, banyak di antara
mereka yang mencoba peruntungan menikah dengan orang asing demi
memperbaiki nasib. Pengungsi Palestina tidak dianggap sebagai warga
negara Lebanon, meski mereka telah puluhan tahun tinggal di sini. Hal
ini dilakukan demi menjaga keseimbangan antara pemeluk agama yang hidup
di Lebanon.
Bukan
rahasia bila isu populasi pemeluk keyakinan tertentu sangatlah sensitif
di sini. Meski begitu hubungan antara pemeluk umat beragama cukup
harmonis di negeri yang menggunakan bahasa pengantar Arab dan Perancis
ini. Dalam struktur pemerintahan saja contohnya, di sini menganut sistem
troika sejak 1989 dimana jabatan Presiden dijabat oleh wakil Kristen
Maronite, Perdana Menteri dipimpin seorang Muslim Sunni, sedangkan
Muslim Syiah mendapat jatah Ketua Parlemen. Unik bukan…
Kohesi
antara Islam dan Kristen pun semakin mesra saat kita menyebut nama
Gibran Kahlil Gibran. Siapapun pernah membaca karyanya, Sang Nabi yang
bercerita tentang Nabi Muhammad junjungan kaum Muslim di seluruh dunia.
Namun, sedikit yang tahu bahwa sesungguhnya karya indah ini diciptakan
oleh pujangga legendaris Lebanon pemeluk Kristen Maronite. Datanglah ke
kawasan Khadisa, Lebanon Utara. Bsharri, demikian nama desa kecil itu,
terdapat rumah yang diyakini sebagai tempat dilahirkannya Gibran Kahlil
Gibran. Rumah kecil ini seringkali diziarahi pengunjung untuk sekedar
melihat-lihat kediaman yang kini berfungsi sebagai museum mini tersebut.
Di tempat ini kita bisa menyaksikan bukan hanya lukisan Gibran, namun
juga makam sang pujangga.
Kawasan
dimana Gibran berasal sesungguhnya merupakan basis pemeluk Kristen
Maronite, apalagi Gibran sendiri terlahir sebagai putra seorang pendeta.
Jarak sejauh 120 km dari Beirut menuju Bsharri sungguh terbayar tunai
bila tiba di sini, belum lagi saat menikmati pemandangan menara-menara
gereja bahkan beberapa tanda salib di bukit-bukit.
Seandainya
masih memiliki waktu luang, maka teruskan perjalanan Anda ke utara,
karena di ketinggian 2200 meter di atas permukaan laut inilah kita bisa
menyaksikan hamparan pohon cedar berselimutkan salju. Cedar boleh
dibilang memiliki kesamaan fisik dengan pohon cemara. Sekedar tambahan,
Cedar sendiri disebut hingga 75 kali dalam Kitab Perjanjian Lama !
Begitu bangganya masyarakat Lebanon dengan pohon ini, sampai-sampai
bendara negara mereka pun memakai Cedar sebagai lambangnya.
Masyarakat
Lebanon terkenal akan komunalitasnya. Hal kecil seperti menumpang
kendaraan pribadi di perjalanan sangatlah lumrah dilakukan. Jangan
pernah menolak ajakan dari mereka yang menumpang untuk sekedar minum teh
di rumah sebagai bentuk ucapan terima kasih. Kelak dari sinilah, saling
memahami antar budaya tercipta. Memang dari urusan transportasi kita
bisa mengetahui karakter sebuah bangsa. Contoh lain dalam penggunaan
taxi. Berbeda bila menaiki taxi hanya untuk kita tumpangi sendiri ke
tempat tujuan kita. Di Lebanon, siapa pun boleh menumpang taxi (grand
taxi) yang kita tumpangi selama satu arah dengan tujuan kita. Jadilah
mercy tiger keluaran tahun 80-an yang disebut sebagai grand taxi
tersebut bisa dimuati hingga lima penumpang plus supir. Rupanya Lebanon
tidak mengenal angkot seperti negara kita…
Boleh
jadi sifat komunal ini diturunkan oleh bangsa Phoenicia yang menjadi
nenek moyang orang Lebanon. Bangsa Phoenicia sendiri terkenal sebagai
pelaut ulung, konon mereka-lah yang justru pertama kali menjejakkan kaki
di Benua Amerika sebelum Columbus. Bila ingin mengetahui peradaban
Phoenicia maka kunjungilah Byblos atau Kota Tua yang berada 42 kilometer
utara Beirut. Byblos yang berarti kitab atau buku ini merupakan kota
pelabuhan di masa jayanya 5000 tahun silam.
Di
kota tua ini kita juga dapat menyaksikan betapa toleransi agama telah
diterapkan sejak lama. Bangunan gereja dan masjid begitu mudahnya kita
temui di antara deretan bangunan-bangunan kuno di Byblos. Bila sempat,
dengarkanlah misa di gereja yang menggunakan bahasa pengantar Arab. Kita
bisa saja terkecoh, karena ritual ibadah umat muslim pun menggunakan
bahasa Arab. Tahukah Anda bahwa alfabet yang kita kenal sekarang dari A
hingga Z bahkan tercipta di kota ini. Well, tidak salah bukan bila
Byblos ditetapkan sebagai kota bersejarah. Berjalan menelusuri kota tua
ini tidaklah menjadikan badan lelah, apalagi saat menemukan souk alias
pasar. Di sinilah kita bisa mendapatkan berbagai macam suvenir khas nan
unik. Mulai dari fosil ikan purba yang usianya jutaan tahun hingga
lukisan. Soal harga tergantung kemampuan Anda merayu.
Belum
puas dan sah rasanya datang ke Lebanon bila belum mengunjungi Baalbeck,
kota tua yang usianya 2000 tahun dan dinobatkan UNESCO sebagai kota
warisan dunia. Awalnya Baalbeck dahulu merupakan tempat tinggal bangsa
Phoenicia sebelum akhirnya dikuasai bangsa Yunani 323-64 Sebelum Masehi.
Baal sendiri diambil dari nama Dewa Baal yang disembah Bangsa
Phoenicia, sebelum akhirnya kota ini berganti nama menjadi Heliopolis
atau kota matahari di zaman Yunani Kuno. Kota yang menjadi koloni Romawi
ini banyak sekali berdiri kuil raksasa sebagai persembahan bagi Dewa
Jupiter. Setidaknya dibutuhkan 300 tahun untuk pengerjaan
pembangunannya. Dan ini berlangsung hingga Roma berganti kaisar sebanyak
enam kali.
Megahnya
bangunan kompleks kuil ini semakin terasa bilamana kita memperhatikan
ukuran batu raksasa yang membentuk pilar-pilar. Menurut cerita,
batu-batu raksasa ini didatangkan langsung dari Mesir dan dihanyutkan
melalui sungai untuk kemudian ditarik massal hingga tiba di Baalbeck.
Beberapa bangunan memang telah runtuh. Hal ini disebabkan peperangan
yang terjadi pada masa itu di tahun 748 saat Baalbeck dijadikan benteng
oleh Penguasa Islam Dinasti Ummayah dan Abbasiyah. Kerusakan semakin
parah saat terjadi gempa hebat di tahun 1759. Itu sebabnya banyak sekali
puing yang dibiarkan berserak di kompleks Baalbeck.
Salah
satu kuil raksasa yang masih kokoh berdiri adalah Kuil Jupiter. Di
tempat inilah, berbagai pertunjukan kesenian sering ditampilkan termasuk
kesenian Indonesia seperti Reog Ponorogo dan Sendratari Ramayana di
tahun 2009.
Bila
berada di Baalbeck, cobalah tengok ke langit. Ada kalanya pesawat
militer terbang melintas di udara. Dan bila itu terjadi maka bisa
dipastikan, Israel telah melanggar batas udara Lebanon. Pelanggaran ini
seringkali terjadi, namun Lebanon yang peralatan militernya kalah
canggih seolah menganggap angin lalu intimidasi semacam ini. Untuk
mencapai Baalbeck, terdapat banyak transportasi seperti minibus yang
siap melahap jarak 86 kilometer arah utara dari Beirut.
Saat
sore menjelang usahakan Anda berada di kawasan Pigeon Rock atau Bay
Rock demikian orang lokal menjulukinya. Hal ini disebabkan terdapat dua
batu karang menjulang di pinggir laut. Banyak pengunjung datang sekedar
berfoto dengan latar belakang batu karang ini. Namun, sesungguhnya
fungsi kawasan ini adalah sebagai tempat rendezvous bagi kalangan anak
muda sekedar nongkrong hingga pacaran. Sore hari di musim dingin, banyak
orang mencari kehangatan matahari dengan berolah raga di sini.
Bila
malam menjelang, kaki yang mulai lelah kiranya berkenan melangkah ke
kawasan down town atau pusat kota. Sekedar window shopping, nongkrong,
hingga mencari makan banyak dilakukan masyarakat Lebanon di sini. Dahulu
kawasan ini hancur lebur akibat perang, berkat campur tangan
pemerintah-lah kawasan ini kembali apik dan anggun. Namun, sekedar
sebagai rekaman sejarah kita bisa mendapati beberapa contoh bekas
rentetan peluru di beberapa bangunan. Komplit bukan untuk sebuah wisata
malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar